MAKALAH
MEMBERDAYAKAN ANAK
JALANAN
OLEH
LUNU MISSA
NIM 15.12.285
SEBAGAI PERSYARATAN
TUGAS DARI MATA KULIAH:
MISI PERKOTAAN
DISERAHKAN KEPADA:
Pdt. SUGENG WITONO,
M.Th
SEKOLAH TINGGI
TEOLOGIA ELOHIM INDONESIA
(STTELA)
AMPELGADING-MALANG 2016
DAFTAR ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang ........................................................................ 1-2
B.
Ruang
Lingkup ........................................................................ 2
C.
Tujuan
Penulisan ........................................................................ 2
BAB
II ISI
A.
Kehidupan
Anak Jalanan ............................................................ 3-4
B.
Kegiatan
Anak Jalanan ............................................................ 4-5
C.
Faktor-faktor
Yang Menyebabkan Anak Menjadi Anak Jalanan 5-8
D.
Kesejahteraan
Sosial Anak dan Stabilitas .................................... 8
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan ..................................................................................... 9
DAFTAR
PUSTAKA ......................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Merebaknya anak
jalanan menjadi permasalahan yang sangat kompleks yang perlu mendapatkan
perhatian serius dari banyak pihak, baik keluarga, masyarakat, maupun
pemerintah. Sejauh ini perhatian tersebut nampaknya belum efektif dan solutif,
belum memadai, belum terencana, dan terintegrasi dengan baik. Anak jalanan
merupakan kategori anak yang tidak berdaya. Secara psikologis, anak jalanan
adalah anak-anak yang pada suatu taraf tertentu belum memiliki cukup mental dan
emosional yang kuat, sementara mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang
keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan
kepribadiannya (Itsnaini, 2010). Kondisi yang sangat memprihatinkan. Jumlah
anak jalanan dan anak terlantar dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan.
Keberadaan anak jalanan dan anak terlantar sering terlihat di kota-kota besar
di Indonesia. Anak jalanan seharusnya dilindungi dan dijamin hak-haknya
sebagaimana anak pada umumnya agar menjadi manusia yang bermanfaat dan bermasa
depan cerah. Anak-anak perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana
layaknya, antara lain hak sipil dan kemerdekaan (civil right and freedoms),
lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family environment and
alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and
welfare), pendidikan, rekreasi dan budaya (education, leisure, and culture
activities), dan perlindungan khusus (special protection) (Darmawan, 2008 :
28). Hak-hak anak tersebut yang seharusnya diterima oleh seorang anak belum
dapat terpenuhi, sehingga seorang anak terpaksa memilih untuk hidup di jalanan.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “anak terlantar itu dipelihara oleh
Negara”. Artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan
pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak
terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia
pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, dan dalam Pengesahan Konvensi Hak-hak Anak (Convention on
the Right of the Child ) yang diadopsi oleh PBB pada tahun 1989 dan telah
diratifikasi oleh Pemerintah RI melalui Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990
telah meletakkan dasar utama bagi pemenuhan hak-hak anak. Menurut Pasal 9
ayat (1) Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak
menjelaskan bahwa “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan
minat dan termasuk anak jalanan”
B.
Ruang Lingkup
Dalam Makalah ini, saya hanya
membahas tentang: Kehidupana Anak Jalanan, Kegiatan Anak Jalanan, Faktor-faktor
yang menyebabkan Anak menjadi Anak Jalanan, Kesejahteraan Anak dan Stabilitas
C.
Tujuan Penulisan
a.
Supaya
Mahasiswa/i mengerti dan mengetahui tentang keberadaan anak jalanan.
b.
Supaya
Mahasiswa/i setelah mengetahui keberadaan anak jalanan, berpikir bagaimananya
caranya untuk memberdayakan mereka.
c.
Dan
bukan hanya memberdayakan mereka saja, tetapi melihat mereka sebagai suatu
ladang pelayanan.
BAB II
ISI
A.
Kehidupan Anak Jalanan
Istilah anak
jalanan pertama kali sebenarnya diperkenalkan di Amerika Serikat dan Brazil.
Istilah itu digunakan pada kelompok anak-anak yang hidup di jalan yang umumnya
sudah tidak memiliki hubungan dengan keluarganya. Anak-anak pada taraf ini
sering diasumsikan anak-anak yang terlibat dalam hal kriminalitas. UNICEF lalu
memakai istilah hidup di jalanan untuk mereka yang sudah tidak mempunyai ikatan
dengan keluarga, bekerja di jalanan untuk mereka yang masih mempunyai hubungan dengan
keluarganya. Departemen Sosial RI (Murniatun, 2004) menjelaskan definisi
anak jalanan sebagai anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk
mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan ataupun tempat-tempat umum
lainnya. Sedangkan dalam Konvensi Hak-hak Anak (Convention on
The Right of The Child) dinyatakan bahwa anak adalah setiap individu yang
berusia di bawah 18 tahun. Atau dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan. Selain itu dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor
4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, dinyatakan bahwa anak adalah seseorang
yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah.
Anak jalanan
kesehariannya dihabiskan di jalanan. Mereka memenuhi kebutuhannya sendiri
dengan mengais rezeki di tengah-tengah jalanan yang keras tanpa kasih sayang
dari orang tua. Meskipun lelah dan peluh tak mereka hiraukan, karena memang
sisi kehidupan mereka yang lebih senang berada di jalanan. Tidak ada seseorang
yang mengatur kehidupan mereka. Mereka dapat melakukan hal apa saja sesuai
dengan keinginan diri mereka. Kapan saja dan dimana saja mereka inginkan. Dalam
realita sehari-hari, tindak kejahatan atau eksploitasi seksual akan sering
terjadi terhadap anak dan anak jalananlah yang paling rentan menjadi korban
tindak kejahatan tersebut. Anak jalanan terdiri atas beberapa kelompok yang
keberadaannya menimbulkan masalah, terutama di sudut-sudut kota besar. Anak
jalanan membutuhkan perhatian lebih besar dari banyak pihak bukan untuk
diasingkan atau dikuncilkan dan dibuang semena-mena tanpa dibekali sesuatu yang
bermanfaat bagi hidup mereka.
Menurut Yayasan
Kesejahteraan Anak Indonesia ( 1999 ; 22-24 ) anak jalanan dibedakan menjadi 4
kelompok, yaitu:
Anak-anak yang
tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya ( children of the street ). Mereka
tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang
hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah terputus. Kelompok anak ini disebabkan
oleh factor social psikologis keluarga, mereka mengalami kekerasan, penolakan,
penyiksaan dan perceraian orang tua. Umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah,
kehidupan jalanan dan solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan mereka.
Anak-anak yang
berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Mereka adalah anak yang bekerja di
jalanan ( children on the street). Mereka seringkali diindentikan sebagai
pekerja migran kota yang pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung.
Pada umumnya mereka bekerja dari pagi hingg sore hari seperti menyemir sepatu,
pengasong, pengamen, tukang ojek payung, dan kuli panggul. Tempat tinggal
mereka di lingkungan kumuh bersama dengan saudara atau teman-teman senasibnya.
Anak-anak yang
berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka tinggal dengan orang tuanya,
beberapa jam dijalanan sebelum atau sesudah sekolah. Motivasi mereka ke jalan
karena terbawa teman, belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang
tua. Aktivitas usaha mereka yang paling menyolok adalah berjualan Koran.
Anak-anak
jalanan yang berusia di atas 16 tahun. Mereka berada di jalanan untuk mencari
kerja, atau masih labil suatu pekerjaan. Umumnya mereka telah lulus SD bahkan
ada yang SLTP. Mereka biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa ( orang
tua ataupun saudaranya ) ke kota. Pekerjaan mereka biasanya mencuci bus,
menyemir sepatu, membawa barang belanjaan ( kuli panggul ), pengasong,
pengamen, pengemis dan pemulung.
B.
Kegiatan Anak Jalanan
Ada tiga
ketegori kegiatan anak jalanan, yakni : (1) Mencari kepuasan; (2) Mengais
nafkah; dan (3) Tindakan asusila.
Kegiatan anak
jalanan itu erat kaitannya dengan tempat mereka mangkal sehari-hari, yakni di
alun-alun, bioskop, jalan raya, simpang jalan, stasiun kereta api, terminal,
pasar, pertokoan, dan mall.
C.
Faktor-faktor yang menyebabkan Anak menjadi Anak Jalanan
Keadaan kota
mengundang maraknya anak jalanan. Kota yang padat penduduknya dan banyak
keluarga bermasalah membuat anak yang kurang gizi, kurang perhatian, kurang
pendidikan, kurang kasih sayang dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk
bermain, bergembira, bermasyarakat, dan hidup merdeka, atau bahkan
mengakibatkan anak-anak dianiaya batin, fisik, dan seksual oleh keluarga,
teman, orang lain lebih dewasa.
Di antara
anak-anak jalanan, sebagian ada yang sering berpindah antar kota. Mereka tumbuh
dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan,
penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan
membuatnya berperilaku negatif.
Seorang anak
yang terhempas dari keluarganya, lantas menjadi anak jalanan disebabkan oleh
banyak hal. Penganiayaan kepada anak merupakan penyebab utama anak menjadi anak
jalanan. Penganiayaan itu meliputi mental dan fisik mereka. Lain daripada itu,
pada umumnya anak jalanan berasal dari keluarga yang pekerjaannya berat dan
ekonominya lemah.
Hasil
penelitian Hening Budiyawati, dkk. (dalam Odi Shalahudin, 2000 : 11 )
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak pergi ke jalanan
berdasarkan alasan dan penuturan mereka adalah karena :
1.
Kekerasan
dalam keluarga.
2.
Dorongan
keluarga.
3.
Ingin
bebas.
4.
Ingin
memiliki uang sendiri, dan
5.
Pengaruh
teman.
6.
Upaya
Pemberdayaan Anak Jalanan
Salah satu
bentuk penanganan anak jalanan adalah melalui pembentukan rumah singgah.
Konferensi Nasional II Masalah pekerja anak di Indonesia pada bulan juli 1996
mendefinisikan rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat
non formal, dimana anakanak bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan
awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut.
Sedangkan
menurut Departemen Sosial RI rumah singgah didefinisikan sebagai perantara anak
jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. Rumah singgah merupakan
proses informal yang memberikan suasana pusat realisasi anak jalanan terhadap
system nilai dan norma di masyarakat. Secara umum tujuan dibentuknya rumah
singgah adalah membantu anak jalanan mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan
alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sedang secara khusus tujuan
rumah singgah adalah :
a)
Membentuk
kembali sikap dan prilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang
berlaku di masyarakat.
b)
Mengupayakan
anak-anak kembali kerumah jika memungkinkan atau ke panti dan lembaga pengganti
lainnya jika diperlukan.
c)
Memberikan
berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak dan menyiapkan
masa depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif.
Peran dan
fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anak jalanan sangat penting.
Secara ringkas fungsi rumah singgah antara lain :
a)
Sebagai
tempat pertemuan ( meeting point) pekerja social dan anak jalanan. Dalam hal
ini sebagai tempat untuk terciptanya persahabatan dan keterbukaan antara anak
jalanan dengan pekerja sosial dalam menentukan dan melakukan berbagai aktivitas
pembinaan.
b)
Pusat
diagnosa dan rujukan. Dalam hal ini rumah singgah berfungsi sebagi tempat
melakukan diagnosa terhadap kebutuhan dan masalah anak jalanan serta melakukan
rujukan pelayanan social bagi anak jalanan.
c)
Fasilitator
atau sebagai perantara anak jalanan dengan keluarga, keluarga pengganti, dan
lembaga lainnya.
d)
Perlindungan.
Rumah singgah dipandang sebagai tempat berlindung dari berbagai bentuk
kekerasan yang kerap menimpa anak jalanan dari kekerasan dan prilaku
penyimpangan seksual ataupun berbagai bentuk kekerasan lainnya.
e)
Pusat
informasi tentang anak jalanan
f)
Kuratif
dan rehabilitatif, yaitu fungsi mengembalikan dan menanamkan fungsi social
anak.
g)
Akses
terhadap pelayanan, yaitu sebagai persinggahan sementara anak jalanan dan
sekaligus akses kepada berbagai pelayanan social.
h)
Resosialisasi.
Lokasi rumah singgah yang berada ditengah-tengah masyarakat merupakan salah
satu upaya mengenalkan kembali norma, situasi dan kehidupan bermasyarakat bagi
anak jalanan. Pada sisi lain mengarah pada pengakuan, tanggung jawab dan upaya
warga masyarakat terhadap penanganan masalah anak jalanan.
Bentuk upaya
pemberdayaan anak jalanan selain melalui rumah singgah dapat juga dilakukan
melalui program-program :
a.
Center
based program, yaitu membuat penampungan tempat tinggal yang bersifat tidak
permanen.
b.
Street
based interventions, yaitu mengadakan pendekatan langsung di tempat anak
jalanan berada atau langsung ke jalanan.
c.
Community
based strategi, yaitu dengan memperhatikan sumber gejala munculnya anak jalanan
baik keluarga maupun lingkungannya.
Dalam kaitannya
dengan model pembinaan anak jalanan di rumah Singgah, ada berbagai hal yang
ingin di ketahui. Misalnya tahap-tahap pemberdayaan anak jalan. Apakah
pembinaan tersebut dilakukan dengan cara model penjangkauan kunjungan
pendahuluan dan persahabatan dengan mereka ?.
Apakah
dilakukan dengan cara identifikasi masalah (problem assessment) sebagi langkah
dalam menginventarisir identitas anak jalanan. Ataukah dilakukan dengan cara
memberikan pendidikan alternatif ( Pendidikan luar sekolah) sebagai kegiatan
untuk mencegah munculnya masalah social anak jalanan, seperti pelatihan dan
peningkatan keterampilan.
D.
Kesejahteraan Sosial Anak dan Stabilitas
Anak merupakan
potensi sumber daya insani bagi pembangunan nasional, karena itu pembinaan dan
pengembangannya (pemberdayaan) dimulai sedini mungkin agar dapat berpartisipasi
secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara.
Upaya
pengembangan dan peningkatan kualitas generasi bangsa (termasuk didalamnya anak
jalanan) tidak dapat dilepaskan dari upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pada umumnya dan khususnya anak yang diwarnai dengan upaya
pendalaman di bidang pendidikan, kesehatan, keagamaan, budaya yang mampu
meningkatkan kreativitas keimanan, intelektualitas, disiplin, etos kerja dan
keterampilan kerja.
Di sisi lain
stabilitas nasional adalah gambaran tentang keaadan yang mantap, stabil dan
seimbang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan
ditanganinya dengan baik masalah anak jalanan akan memperkuat sendi-sendi
kesejahteraan social serta stabilitas nasional kita di masa yang akan datang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jadi, upaya
pemberdayaan kepada anak-anak jalanan seyogyanya terus digalakkan melalui
berbagai penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah (misalnya : Kejar
Paket A, Kejar Paket B, Kejar Usaha, bimbingan belajar dan ujian persamaan,
pendidikan watak dan agama, pelatihan olahraga dan bermain, sinauwisata,
pelatihan seni dan kreativitas, kampanye, forum berbagi rasa, dan pelatihan
taruna mandiri).
Penyelenggaraan
program tersebut seyogyanya menerapkan partisipasi/kolaborasi maksimal, yaitu
melibatkan berbagai pihak secara lintas sektoral, lintas disiplin ilmu, dan
lintas kawasan dalam kerjasama secara maksimal, baik para akademisi maupun
praktisi.
Anak jalanan
masih berpeluang untuk mengubah nasibnya melalui belajar; karena itu perlu
menggali sumber atau pendukung program. Agar anak-anak jalanan mau mengikuti
program, maka sumber belajar harus bersikap empati dan mampu meyakinkan kepada
mereka, bahwa program pendidikan tersebut benar-benar mendukung pengembangan
diri mereka. Untuk itu, penguasaan terhadap karakteristik dan kebutuhan belajar
anak-anak jalanan akan sangat membantu para sumber belajar untuk bersikap
empati kepada mereka.
Daftar Pustaka
1.
Achmad,
Arief. 2002. Rumah Singgah Sebagai Tempat Alternatif Pemberdayaan Anak
Jalanan. Dalam Jurnal Fajar. Jakarta: LPM UIN, hlm 1.
2.
Asmawati.
2001. Anak Jalanan Dan Upaya Penanganannya Di Kota Surabaya. Jurnal
Hakiki Vol 1/No 2/Nov 1999
3.
Darmawan,
W. 2008. Peta Masalah Anak Jalanan dan Alternatif Model Pemecahannya
Berbasis Pemberdayaan Keluarga dalam HTML Docoment, 21 Januari, hlm.28
4.
Dewi,
Ni Luh Putu Sintya. 2013. Menanggulangi Masalah Anak Jalanan. Diunduh dari
(http://indreamy.blogspot.com/2013/02/artikel-menanggulangi-masalah-anak.html) pada 20
September 2013
5.
Kushartati,
Sri. 2004. Pemberdayaan Anak Jalanan. Vol 1 (No. 2): 45-54 (Humanitas :
Indonesia Psychologycal Journal)