BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Surat ini
ditulis oleh Rasul Paulus dengan tema “Keberanan Allah Yang Telah Dinyatakan”,
sekitar tahun 57 SM. Surat Roma ini merupakan surat Paulus yang paling panjang,
paling teologis, dan paling berpengaruh. Mungkin karena alasan-alasan itulah
surat ini diletakkan di depan ketiga belas suratnya yang lain. Paulus menulis
surat ini dalam rangka pelayanan rasulinya kepada dunia bukan Yahudi.
Bertentangan dengan tradisi gereja Katolik-Roma, jemaat di Roma tidak didirikan
oleh Petrus atau rasul yang lain. Jemaat di Roma ini mungkin didirikan oleh
orang dari Makedonia dan Asia yang bertobat di bawah pelayanan Paulus, mungkin
juga oleh orang-orang Yahudi yang bertobat pada hari Pentakosta (Kis 2:10).
Di surat Roma Paulus meyakinkan orang
percaya di Roma bahwa dia sudah berkali-kali merencanakan untuk memberitakan
Injil kepada mereka, namun hingga saat itu kedatangannya masih dihalangi (Rom 1:13-15; Rom 15:22). Dia menegaskan
kerinduan yang sungguh untuk mengunjungi mereka sehingga menyatakan rencananya
untuk datang dengan segera (Rom 15:23-32).
Ketika menulis surat ini, menjelang akhir
perjalanan misioner yang ketiga (bd. Rom 15:25-26; Kis 20:2-3; 1Kor 16:5-6),
Paulus berada di Korintus di rumah Gayus (Rom 16:23; 1Kor 1:14). Sementara menulis
surat ini melalui pembantunya Tertius (Rom 16:22), dia sedang merencanakan kembali
ke Yerusalem untuk hari Pentakosta (Kis 20:16; sekitar musim semi tahun 57 atau
58 untuk menyampaikan secara pribadi persembahan dari gereja-gereja non-Yahudi
kepada orang-orang kudus yang miskin di Yerusalem (Rom 15:25-27).
B. RUANG LINGKUP
Dalam Makalah ini saya hanya membahas
tentang masalah konsep anugerah menurut Paulus tentang anugerah merupakan
inisiatif Allah, anugerah berbentuk sebagai pembenaran oleh iman.
C. TUJUAN PENULISAN
a.
Tujuan Umum:
Paulus
menulis surat ini untuk mempersiapkan jalan bagi pelayanannya di Roma serta
rencana pelayanan ke Spanyol:
·
Karena jemaat Roma rupanya mendengar
kabar angin yang diputarbalikkan mengenai
berita dan ajaran Paulus (Rom 3:8; Rom 6:1-2,15), Paulus merasa perlu
untuk menulis Injil yang telah diberitakannya selama dua puluh lima tahun.
·
Dia berusaha untuk memperbaiki
beberapa persoalan yang terjadi di dalam
gereja
karena sikap salah orang Yahudi terhadap mereka yang bukan Yahudi (mis. Rom 2:1-29; Rom 3:1,9) dan orang bukan
Yahudi terhadap orang Yahudi (mis. Rom 11:11-36).
b.
Tujuan Khusus:
·
Supaya Mahasiswa/i memahami bahwa
hanya anugerah Allah sajalah manusia diselamatkan bukan karena kebaikan dan
kehebatanannya.
·
Setelah memahami tentang anugerah
Allah yang besar dalam hidupnya, mahasiswa/i bisa dengan lebih leluasa
mengekspresikan anugerah itu melalui hidupnya dalam pelayanannya sehari-hari.
·
Untuk membekali mahasiswa/i dalam
pelayanannya.
BAB II
KONSEP ANUGERAH MENURUT PAULUS DALAM
SURAT ROMA
Anugerah
yang dibahas oleh Paulus dalam surat Roma ini tidak berdiri sendiri tanpa
hubungan dengan karya-karya Allah yang lainnya. Sebaliknya, anugerah
merupakan suatu kesatuan dari rentetan karya Allah dalam diri manusia yang akan
dibahas pada bagian berikut ini.
A. Anugerah Merupakan Inisiatif Allah
Dalam surat Roma Paulus menggunakan anugerah dalam dua bagian, yaitu pada
bagian salam dan bagian penjelasan tentang keselamatan sebagai isi surat tersebut.
Kalimat Paulus di dalam pembukaan surat ini merupakan bagian yang sangat
penting untuk memahami dasar dan sumber anugerah yang dibicarakan Paulus di
sepanjang Surat Roma ini. Frase “dengan perantaraan-Nya” dalam ayat
17 mengacu kepada Tuhan Yesus Kristus yang sudah disebut terlebih dahulu di
dalam kalimat sebelumnya. Apa yang hendak di sampaikan oleh Paulus
di sini adalah bahwa Rasul Paulus menerima anugerah maupun jabatan kerasulan
itu dari Allah Bapa dengan perantaraan Yesus Kristus. Khusus tentang
anugerah dalam Roma 1:1-7 ditafsirkan Barclay sebagai salah satu
alasan yang disadari oleh Paulus mengapa ia mendapat pengkhususan dari Allah,
ia telah dipilih dari antara manusia (Kis. 13:2). Sementara itu, Dunn melihat bahwa anugerah dalam salam pembuka
ini berfungsi sebagai berkat sekaligus memiliki maksud mempermuliakan
Allah. Lebih dari itu, kalimat “Kasih karunia (anugerah)
terhadap kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan Tuhan Yesus
Kristus” menunjukkan siapa sumber dari anugerah tersebut, yaitu Allah Bapa dan
Tuhan Yesus Kristus. Dunn menyatakan bahwa penting bagi kita untuk
menangkap bahwa bagi Paulus, di balik seluruh proses keselamatan yang merupakan
anugerah itu selalu terletak inisiatif Allah.
B. Anugerah Berbentuk Sebagai Pembenaran oleh Iman
Tema
pembenaran oleh iman yang diberikan kepada isi surat Roma oleh
banyak penafsir Roma seperti Martin Luther, John Calvin,
Karl Barth seperti yang sudah disebutkan pada bab sebelumnya merupakan sesuatu
yang memang banyak dibicarakan oleh Paulus dalam surat
Roma. Pembicaraan yang tertuju kepada pembenaran oleh iman menguasai
sebagian besar dari isi surat Roma ini, di samping penguraian tentang keyakinan
doktrinal Paulus lainnya. Tidak heran jika banyak sarjana yang
menyebut surat kepada jemaat di Roma ini sebagai surat yang sarat
dengan pengajaran doktrinal. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa
surat ini merupakan surat doktrinal, yaitu surat yang isinya berupa pokok-pokok
pengajaran doktrinal secara umum dan bisa dialamatkan kepada siapa
saja. Surat Roma merupakan surat yang tertuju spesifik kepada jemaat
Roma dengan situasi dan permasalahan khusus di Roma. Dengan demikian surat
ini tergolong surat pengajaran sekaligus surat penggembalaan yang mengarahkan jemaat
Roma kepada sebuah pemahaman doktrin pembenaran oleh iman.
Di balik pemaparan pengajarannya,
Paulus mengetahui terlebih dahulu permasalahan di dalam jemaat
Roma. Paulus memiliki relasi yang dekat dengan orang-orang yang
sangat mengerti keadaan Roma seperti Gayus, Erastus, Kwartus, dan orang-orang
lain yang disebutkannya dalam salam kepada jemaat Roma
(16:21-23). Selain itu Paulus juga kenal dan punya relasi yang baik
dengan Akwila dan Priskila. Mereka adalah sepasang suami istri yang
berasal dari Roma dan sudah meninggalkan Roma serta bertemu dengan Paulus (Kis.
18:1-2). Kemungkinan besar Paulus mendapat informasi mengenai
kondisi jemaat Roma dari mereka.
Paulus
menyampaikan pengajarannya dalam suatu penjelasan tentang relasi antara orang
Yahudi dan non-Yahudi dalam rencana penebusan Allah. Hal ini sesuai
dengan tujuan surat ini, yaitu untuk mengajarkan hal mendasar tentang bagaimana
seseorang bisa diselamatkan, di samping tujuan untuk mempersiapkan kedatangan
Paulus ke Roma sekaligus menyampaikan rencananya untuk mengadakan perjalanan
misi ke Spanyol (1:10-15; 15:22-29. Kejelasan akan relasi antara orang Yahudi dan non-Yahudi dari sudut pandang
Allah sangat penting untuk dipaparkan oleh Paulus oleh karena jemaat Roma yang
pada saat itu sudah dan sedang mengalami masalah berkenaan dengan relasi
tersebut. Di dalam jemaat Roma ada jemaat Yahudi yang masih
membanggakan diri, di atas orang-orang non-Yahudi, sebagai orang yang khusus
dengan memiliki dan melakukan hukum Taurat dan dengan sunat, dan identitas
seperti ini jelas terlihat dari Roma 2:17-24. Selain
itu ada juga konflik di antara golongan Yahudi dan non-Yahudi dalam
jemaat Roma ini yang berkisar tentang makanan (ada yang makan daging, tapi
ada yang hanya makan sayuran; 14:2), minuman (ada yang setuju minum anggur
dan ada yang tidak; 14:21), dan hari-hari khusus (14:5). Oleh sebab
adanya konflik ini maka timbul masalah selanjutnya, yaitu yang seorang
menganggap status diri dan kelompoknya lebih baik dari yang lain.
Berdasarkan
kondisi jemaat yang seperti ini, maka Paulus dengan jelas memaparkan sebuah
kebenaran yang patut diketahui oleh jemaat Roma berkenaan dengan pembenaran
oleh iman. Kebenaran tersebut menyangkut tiga hal
utama, yaitu bahwa semua manusia berdosa, hukum Taurat tidak bisa
menyelamatkan, dan manusia dibenarkan oleh iman.
1.
Semua Manusia Berdosa
Kondisi
dan natur manusia yang berdosa merupakan fakta yang dipaparkan oleh
Paulus
dalam 5:12-21. Sebelumnya pada 1:18-2:20 Paulus sudah
memperkenalkan kejahatan dan keberdosaan manusia. Roger Bowen
mengklasifikasi 1:18-3:20 menjadi dua bagian, yaitu 1:18-32 tentang
ketidakbenaran orang-orang kafir (non-Yahudi dan 2:1-3:20 tentang
ketidak-benaran orang-orang Yahudi. Dalam pemaparan kondisi manusia yang berdosa ini, Paulus sering
menggunakan kata hamartia dan paraptoma sebagai
ungkapan bagi kata “dosa,” begitu juga dengan kata-kata lain dengan makna
serupa seperti hamartano (berbuat dosa), hamartanos (pendosa), kakos (buruk)
dan adikia (ketidak-benaran).
Gambaran manusia
berdosa secara universal beserta hukuman Allah yang menantinya sudah dipaparkan
di bagian awal surat ini. Melalui pemaparan dosa dan murka Allah ini,
Paulus menampilkan konsep kebenaran Allah. Murka Allah terhadap dosa
manusia merupakan manifestasi kebenaran Allah tersebut. Manusia tanpa
terkecuali, baik Yahudi maupun bukan Yahudi, dalam Surat Roma ini diperhadapkan
pada kenyataan bahwa ia harus menghadapi penghukuman oeh karena
“semua manusia telah berdosa” (Rm. 3:23).
Apa
yang diungkapkan dalam 5:12 sebenarnya bukan merupakan tema yang
berbeda dari pembicaraan pada bagian sebelumnya dari surat ini. Ayat
ini adalah penegasan terhadap pernyataan sebelumnya dalam 1:18-2:16, bahwa
semua manusia berdosa. Dalam bagian ini Paulus menggunakan figur
Adam untuk menunjukkan keberdosaan manusia. Pemakaian figur Adam
dalam perikop ini kadang-kadang disalahpahami dengan anggapan bahwa nama ini
mengacu kepada persoalan dosa keturunan. Namun Adam pada bagian ini
merupakan penggambaran bagaimana dosa masuk ke dalam dunia, yaitu melalui satu
orang. Adam merupakan tipologi dari manusia-manusia berikutnya
yang juga berdosa. Adam mengacu kepada satu sumber yang sama dari seluruh umat manusia di
dunia pada segala zaman. Satu keturunan yang sama membuat semua
pihak yang saling membenarkan diri sadar bahwa mereka punya hubungan
satu sama lain dan punya status dan perilaku yang sama, yaitu sebagai orang
berdosa. Sebagaimana Adam berdosa dalam
pemberontakannya terhadap Allah, demikian juga yang terjadi pada
seluruh umat manusia, mereka memberontak terhadap Allah. Sebagai
akibatnya semua manusia menuju kepada satu tujuan yang sama pula, yaitu
kematian atau maut sebagai upah dosanya.
Manusia
tidak berdaya terhadap dosa dan dosa mengantar manusia kepada akibat yang
fatal. Untuk menjelaskan hal ini Paulus menggunakan bentuk
personifikasi. Dosa dijelaskan sebagai kekuatan yang begitu
menguasai manusia. Manusia berada di bawah genggaman dosa sehingga
tidak berdaya mengatasinya. Melalui pengulangan kata “semua” pada
perikop ini, Paulus terus menekankan bahwa bukan hanya sekelompok
orang yang berada di bawah genggaman dosa, melainkan semua. Melalui kalimat “dosa sudah ada sebelum hukum Taurat ada” Paulus
memperlihatkan bahwa dosa menyatakan kuasanya secara mandiri, terlepas dari
hukum Taurat. Dosa berkuasa atas setiap manusia tanpa membedakan
apakah manusia itu adalah orang Yahudi atau bukan.
Keberdosaan
merupakan perseteruan dengan Allah. Oleh karena itu semua manusia,
baik Yahudi maupun non-Yahudi, merupakan seteru Allah yang patut mendapatkan
upah atau hukuman atas dosanya, yaitu kematian. Kematian yang harus
diterima bukan hanya kematian secara fisik, melainkan berlanjut kepada kematian
kekal. Tidak ada seorang pun yang lolos dari keterlibatan dengan
dosa dan kematian. Dosa dan kematian terus mendominasi kemanusiaan,
bukan semata-mata karena tindakan seseorang, tapi oleh karena semua
umat manusia terus mendemonstrasikan dirinya berada di bawah dosa dan terpisah
dari Allah. Dengan demikian penjelasan Paulus mengenai keberdosaan
manusia ini adalah bahwa sejarah umat manusia dicirikan dan ditentukan oleh
pengaruh yang fatal dari dosa dan kematian.
2. Hukum Taurat Tidak Menyelamatkan
Dalam
pola pikir orang Yahudi, hukum Taurat nampaknya bisa menjadi solusi bagi
permasalahan dosa yang dihadapinya. Akan tetapi, hukum Taurat
sebenarnya sama sekali tidak menolong dan menyelamatkan manusia keluar dari
kemelut dosa ini. Hukum Taurat tidak membuat manusia terhindar dari
murka Allah atas dosa manusia. Alasan yang paling kuat untuk ini
adalah karena hukum Taurat tidak diberikan kepada manusia supaya menyelamatkan
manusia tersebut. Hukum Taurat diberikan pada manusia untuk
menyatakan, memperlihatkan dan mengkarakteristikan dosa pada manusia.
Sebagaimana
perkataan Paulus dalam 2:17, terlihat bahwa jemaat-jemaat Yahudi di Roma masih
bersandar pada hukum Taurat. Jemaat yang merupakan orang Yahudi ini
bukan merupakan orang yang tidak beriman kepada Kristus ataupun hanya
mengandalkan hukum Taurat. Melalui ucapan syukur Paulus dalam 1:8
nampak bahwa jemaat Roma secara umum yang terdiri dari orang Yahudi dan
non-Yahudi tersebut adalah jemaat yang sungguh-sungguh beriman kepada
Kristus. Namun dalam iman mereka kepada Kristus tersebut, jemaat
Yahudi mengganggap bahwa hukum Taurat juga dibutuhkan untuk mencapai
keselamatan tersebut. Hukum Taurat sebagai pemberian Allah yang
nyata membuat mereka merasa berbeda dari bangsa-bangsa lain oleh karena bangsa
Yahudi “tahu” kehendak Allah dari hukum Taurat yang mereka miliki tersebut. Oleh
sebab itu orang Kristen Yahudi merasa bangga dengan pengetahuan yang mereka
miliki melalui hukum Taurat yang secara langsung berhubungan juga dengan bangga
terhadap hukum Taurat dan usaha mereka menegakkan hukum Taurat
tersebut.
Akan
tetapi hukum Taurat tidak menyelamatkan. Hal ini yang berulangkali
ditegaskan oleh Paulus dalam 3:20. Hukum Taurat bahkan berakibat
kepada bertambahnya pelanggaran (5:20). Hal ini disebabkan oleh
karena fungsi hukum Taurat itu memang pada dasarnya bukan untuk menyelamatkan
ataupun membenarkan manusia, melainkan untuk mendefinisikan
dosa. Godet mengatakan bahwa orang Yahudi mengklaim hukum Taurat
sebagai sarana pendidikan dan keselamatan dalam sejarah umat
manusia. Untuk itu Paulus menunjukkan bahwa hukum Taurat hanya
memainkan peranan sekunder. Hukum Taurat disebut memiliki peran
sekunder karena hukum Taurat hanya merupakan tambahan (5:20).
Dalam 5:20 Paulus mengutarakan tujuan
penambahan hukum Taurat dalam kehidupan manusia dengan cara menggunakan pilihan
kata, tempus dan modus yang mendukung pengkomunikasian
pemikirannya. Dalam kalimat di ayat 20 ini Paulus menggunakan
bentuk subjunctive aorist yang didahului oleh kata “I`na”
(hina) bagi kata kerja “pleonash” (pleonase) yang
berarti “bertambah”. Sesuai dengan aturan gramatikal Yunani, subjunctive yang
didahului oleh “I`na” membentuk sebuah purpose clause (klausa
yang menyatakan tujuan). Dengan demikian
pelanggaran yang bertambah merupakan tujuan dari hadirnya hukum
Taurat. Selain itu, melalui bentuk subjunctive aorist yang
mengacu kepada kejadian di masa yang akan datang, ekspresi kemungkinan
bertambahnya pelanggaran dinyatakan dengan tegas. Artinya, peristiwa
masuk atau hadirnya hukum Taurat yang terjadi satu kali di masa lampau
bertujuan untuk menambah pelanggaran di masa setelah hukum Taurat itu
tiba.
Dalam
realitanya, memang sesudah hukum Taurat diberikan, pelanggaran tidak menjadi
berkurang, tapi makin bertambah karena hukum Taurat menyediakan kesempatan
untuk pelanggaran atas berbagai perintah yang spesifik. Berkenaan dengan hal ini Charles Spurgeon mengatakan bahwa kesalahannya
bukan terletak pada hukum Taurat, namun pada kejahatan hati manusia yang
membuatnya berespons memberontak terhadap hukum yang
diberikan. Ketidakmampuan manusia untuk melakukan hukum Taurat dengan
cermat dan kecondongan hatinya untuk melanggar hukum yang diberikan menunjukkan
bahwa tidak ada kemungkinan untuk mendapat pemulihan hubungan dari seteru Allah
kepada sebuah perdamaian dengan Allah melalui hukum Taurat
itu. Hukum Taurat tidak menyelamatkan melainkan hanya membuat
manusia sadar akan dosanya.
3. Manusia Dibenarkan oleh Iman
Beranjak
dari fakta semua manusia berdosa dan hukum Taurat tidak dapat menyelamatkan,
Paulus menggarisbawahi sebuah kebenaran dalam surat Roma, yaitu bahwa manusia
dibenarkan oleh Kristus. Hanya orang benar yang bisa berdiri kokoh
dan berdamai di hadapan Allah. Oleh karena semua manusia telah
berdosa, maka keselamatan bagi manusia berdosa yang adalah seteru Allah hanya bisa
dimungkinkan terjadi oleh sebuah pembenaran, yaitu pemberian kebenaran yang
dilakukan oleh Allah sendiri kepada
manusia. Melalui pembenaran, maka Allah
mengubah seluruh hubungan manusia dengan-Nya. Manusia tidak lagi menjadi
seteru Allah. Dalam hal ini pembenaran adalah terhadap relasi
manusia dengan Allah, dan bukan pembenaran terhadap perbuatan-perbuatan dosa
manusia.
Pembenaran
ini merupakan anugerah karena tidak diperoleh dengan usaha manusia tapi oleh
anugerah atau pemberian cuma-cuma dari Allah bagi mereka yang
beriman. Bagi orang Yahudi yang terbiasa dengan konsep keselamatan
oleh karena melakukan hukum Taurat, hal ini mungkin agak sukar
diterima. Agar mereka dapat memahami hal ini maka Paulus terlebih
dahulu membuka mata orang Yahudi bahwa Abraham, bapa
bangsa-bangsa itu pun mendapatkan kebenaran bukan karena melakukan
hukum Taurat melainkan karena iman (4:13). Apa yang diungkapkan
Paulus tentang pembenaran Abraham tersebut sesuai dengan isi Kej 15:6 “Lalu percayalah
Abram kepada TUHAN, dan TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai suatu
kebenaran.” Abraham beriman kepada janji Allah, dan imannya itu yang
diperhitungkan sebagai kebenaran dan bukan perbuatannya. Hal ini
berarti oleh iman Abraham dibenarkan Tuhan. Anthony A. Hoekema
melihat bahwa iman Abraham terhadap janji Allah mengenai keturunannya mencakup
iman terhadap janji mengenai lahirnya Dia yang oleh-Nya semua bangsa di dunia
akan diberkati. Pembenaran oleh iman ini berlaku juga bagi keturunan
Abraham.
Paulus
menggunakan paralelisme Adam dan Kristus untuk menggambarkan bagaimana manusia
dibenarkan oleh iman (5:12, 15). Adam dan Kristus memiliki kemiripan
dalam satu hal, dimana satu orang berdampak kepada banyak
orang. Everett F. Harrison menyebut hal ini sebagai kebenaran yang
masuk ke dalam dunia oleh satu orang sebagaimana dosa yang masuk ke dalam dunia
oleh satu orang. Sementara itu Hoekema menjelaskan bahwa apa yang ditulis
Paulus dalam 5:12, 15 merupakan pengembangan pemikiran bahwa kebenaran Kristus
diimputasikan kepada manusia di dalam pembenaran. Kebenaran Kristus
itu adalah bahwa Ia telah dengan sempurna menaati hukum Taurat yang tidak bisa
ditaati manusia, dan bahwa Ia telah menanggung murka yang selayaknya ditimpakan
kepada manusia atas dosa-dosa manusia itu sendiri.
Kebenaran
tersebut hanya bisa diterima dengan iman. Kebenaran diberikan kepada
mereka yang percaya pada janji penebusan Allah di dalam Kristus yang sudah
dilakukannya di kayu salib. Sebagaimana Abraham percaya oleh janji Allah
dan imannya itu diperhitungkan sebagai kebenaran, demikian juga bagi kita yang
percaya pada janji Allah oleh Yesus Kristus, iman kita akan diperhitungkan
sebagai kebenaran. Kebenaran yang diterima tanpa usaha manusia ini
merupakan anugerah atau kasih karunia.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Semua
manusia berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, tidak ada seorangpun
yang dapat diselamatkan, baik itu orang Yahudi maupun orang non-Yahudi. Oleh
sebab itu, Paulus menuliskan surat dan menyampaikan kepada orang-orang Roma,
baik itu orang Yahudi dan orang non-Yahudi bahwa hanya anugerah Allah semata
manusia itu diselamatkan bukan dengan berbuat baik dan juga melakukan Hukum
Taurat. Hukum Taurat tidak bisa menyelamatkan manusia, tetapi Hukum Taurat
hanya berfungsi untuk menuntun manusia kepada kebenaran Allah. Paulus juga
menekankan bahwa sebagai orang Yahudi ( umat pilihan Allah) jangan memegahkan
diri karena telah di pilih secara khusus oleh Allah, tetapi seharusnya menjadi
teladan bagi orang non-Yahudi. Dan keselamatan yang dari Allah bukan hanya
milik orang Yahudi saja, tetapi keselamatan itu adalah milik semua orang, yaitu
bagi barangsiapa yang percaya dan mengakui bahwa Yesus Kristus adalah
Juruselamat dunia.
DAFTAR PUSTAKA
The NIV Study Bible (ed.
Kenneth Barker; Grand Rapids: Zondervan, 1995) 1705-1706.
A Guide to Romans (London:
SPCK, 1975) 22-33.
Everett F.
Harison, Romans (EBC; ed. Frank E.
Gaeblein; Grand Rapids: Zondervan,
Frederic L. Godet, Commentary
on Romans (Grand Rapids: Kregel, 1977) 128.
J. W. Wenham, Bahasa Yunani
Koine (Malang: SAAT, 1977) 145.
Bastiaan Van Elderen, New
Testament Greek Studi Aids (Amsterdam: Free University, t.t.)17.
F. F. Bruce, The Letter of
Paul to the Romans (TNTC; Leicester: IVP; Grand
Rapids: Eerdmans, 1985) 126.
Grace Abounding in Believers Life (ed.
Robert Hall; Lynwood: Emerald, 1994) 55.
Antony A. Hoekema, Diselamatkan
oleh Anugerah (Surabaya: Momentum, 2001)217.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar