Kamis, 01 September 2016

Makalah Surat Roma

BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Surat ini ditulis oleh Rasul Paulus dengan tema “Keberanan Allah Yang Telah Dinyatakan”, sekitar tahun 57 SM. Surat Roma ini merupakan surat Paulus yang paling panjang, paling teologis, dan paling berpengaruh. Mungkin karena alasan-alasan itulah surat ini diletakkan di depan ketiga belas suratnya yang lain. Paulus menulis surat ini dalam rangka pelayanan rasulinya kepada dunia bukan Yahudi. Bertentangan dengan tradisi gereja Katolik-Roma, jemaat di Roma tidak didirikan oleh Petrus atau rasul yang lain. Jemaat di Roma ini mungkin didirikan oleh orang dari Makedonia dan Asia yang bertobat di bawah pelayanan Paulus, mungkin juga oleh orang-orang Yahudi yang bertobat pada hari Pentakosta (Kis 2:10). 
       Di surat Roma Paulus meyakinkan orang percaya di Roma bahwa dia sudah berkali-kali merencanakan untuk memberitakan Injil kepada mereka, namun hingga saat itu kedatangannya masih dihalangi (Rom 1:13-15; Rom 15:22). Dia menegaskan kerinduan yang sungguh untuk mengunjungi mereka sehingga menyatakan rencananya untuk datang dengan segera (Rom 15:23-32).
       Ketika menulis surat ini, menjelang akhir perjalanan misioner yang ketiga (bd. Rom 15:25-26; Kis 20:2-3; 1Kor 16:5-6), Paulus berada di Korintus di rumah Gayus (Rom 16:23; 1Kor 1:14). Sementara menulis surat ini melalui pembantunya Tertius (Rom 16:22), dia sedang merencanakan kembali ke Yerusalem untuk hari Pentakosta (Kis 20:16; sekitar musim semi tahun 57 atau 58 untuk menyampaikan secara pribadi persembahan dari gereja-gereja non-Yahudi kepada orang-orang kudus yang miskin di Yerusalem (Rom 15:25-27).







B.       RUANG LINGKUP
       Dalam Makalah ini saya hanya membahas tentang masalah konsep anugerah menurut Paulus tentang anugerah merupakan inisiatif Allah, anugerah berbentuk sebagai pembenaran oleh iman.

C.      TUJUAN PENULISAN
a.         Tujuan Umum:
Paulus menulis surat ini untuk mempersiapkan jalan bagi pelayanannya di Roma serta rencana pelayanan ke Spanyol:
·           Karena jemaat Roma rupanya mendengar kabar angin yang diputarbalikkan   mengenai berita dan ajaran Paulus (Rom 3:8; Rom 6:1-2,15), Paulus merasa perlu untuk menulis Injil yang telah diberitakannya selama dua puluh lima tahun.
·           Dia berusaha untuk memperbaiki beberapa persoalan yang terjadi di dalam
gereja karena sikap salah orang Yahudi terhadap mereka yang bukan Yahudi (mis. Rom 2:1-29; Rom 3:1,9) dan orang bukan Yahudi terhadap orang Yahudi (mis. Rom 11:11-36).
b.      Tujuan Khusus:
·           Supaya Mahasiswa/i memahami bahwa hanya anugerah Allah sajalah manusia diselamatkan bukan karena kebaikan dan kehebatanannya.
·           Setelah memahami tentang anugerah Allah yang besar dalam hidupnya, mahasiswa/i bisa dengan lebih leluasa mengekspresikan anugerah itu melalui hidupnya dalam pelayanannya sehari-hari.
·           Untuk membekali mahasiswa/i dalam pelayanannya.








BAB II
KONSEP ANUGERAH MENURUT PAULUS DALAM SURAT ROMA

            Anugerah yang dibahas oleh Paulus dalam surat Roma ini tidak berdiri sendiri tanpa hubungan dengan karya-karya Allah yang lainnya.  Sebaliknya, anugerah merupakan suatu kesatuan dari rentetan karya Allah dalam diri manusia yang akan dibahas pada bagian berikut ini.

A.      Anugerah Merupakan Inisiatif Allah
Dalam surat Roma Paulus menggunakan anugerah dalam dua bagian, yaitu pada bagian salam dan bagian penjelasan tentang keselamatan sebagai isi surat tersebut. Kalimat Paulus di dalam pembukaan surat ini merupakan bagian yang sangat penting untuk memahami dasar dan sumber anugerah yang dibicarakan Paulus di sepanjang Surat Roma ini.  Frase “dengan perantaraan-Nya” dalam ayat 17 mengacu kepada Tuhan Yesus Kristus yang sudah disebut terlebih dahulu di dalam kalimat sebelumnya.  Apa yang hendak di sampaikan oleh Paulus di sini adalah bahwa Rasul Paulus menerima anugerah maupun jabatan kerasulan itu dari Allah Bapa dengan perantaraan Yesus Kristus.  Khusus tentang anugerah dalam  Roma 1:1-7 ditafsirkan Barclay sebagai salah satu alasan yang disadari oleh Paulus mengapa ia mendapat pengkhususan dari Allah, ia telah dipilih dari antara manusia (Kis. 13:2). Sementara itu, Dunn melihat bahwa  anugerah dalam salam pembuka ini berfungsi sebagai berkat sekaligus memiliki maksud mempermuliakan Allah.  Lebih dari itu, kalimat “Kasih karunia  (anugerah) terhadap kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan Tuhan Yesus Kristus” menunjukkan siapa sumber dari anugerah tersebut, yaitu Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus.  Dunn menyatakan bahwa penting bagi kita untuk menangkap bahwa bagi Paulus, di balik seluruh proses keselamatan yang merupakan anugerah itu selalu terletak inisiatif Allah.   

B.       Anugerah Berbentuk Sebagai Pembenaran oleh Iman
      Tema pembenaran oleh iman yang diberikan kepada isi surat Roma oleh banyak  penafsir Roma seperti Martin Luther,  John Calvin, Karl Barth seperti yang sudah disebutkan pada bab sebelumnya merupakan sesuatu yang memang banyak dibicarakan oleh Paulus dalam surat Roma.  Pembicaraan yang tertuju kepada pembenaran oleh iman menguasai sebagian besar dari isi surat Roma ini, di samping penguraian tentang keyakinan doktrinal Paulus lainnya.  Tidak heran jika banyak sarjana yang menyebut  surat kepada jemaat di Roma ini sebagai surat yang sarat dengan pengajaran doktrinal.  Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa surat ini merupakan surat doktrinal, yaitu surat yang isinya berupa pokok-pokok pengajaran doktrinal secara umum dan bisa dialamatkan kepada siapa saja.  Surat Roma merupakan surat yang tertuju spesifik kepada jemaat Roma dengan situasi dan permasalahan khusus di Roma. Dengan demikian surat ini tergolong surat pengajaran sekaligus surat penggembalaan yang mengarahkan jemaat Roma kepada sebuah pemahaman doktrin pembenaran oleh iman.
      Di balik pemaparan pengajarannya, Paulus mengetahui  terlebih dahulu permasalahan di dalam jemaat Roma.  Paulus memiliki relasi yang dekat dengan orang-orang yang sangat mengerti keadaan Roma seperti Gayus, Erastus, Kwartus, dan orang-orang lain yang disebutkannya dalam salam kepada jemaat Roma (16:21-23).  Selain itu Paulus juga kenal dan punya relasi yang baik dengan Akwila dan Priskila.  Mereka adalah sepasang suami istri yang berasal dari Roma dan sudah meninggalkan Roma serta bertemu dengan Paulus (Kis. 18:1-2).  Kemungkinan besar Paulus mendapat informasi mengenai kondisi jemaat Roma dari mereka.
       Paulus menyampaikan pengajarannya dalam suatu penjelasan tentang relasi antara orang Yahudi dan non-Yahudi dalam rencana penebusan Allah.  Hal ini sesuai dengan tujuan surat ini, yaitu untuk mengajarkan hal mendasar tentang bagaimana seseorang bisa diselamatkan, di samping tujuan untuk mempersiapkan kedatangan Paulus ke Roma sekaligus menyampaikan rencananya untuk mengadakan perjalanan misi ke Spanyol (1:10-15; 15:22-29. Kejelasan akan relasi antara orang Yahudi dan non-Yahudi dari sudut pandang Allah sangat penting untuk dipaparkan oleh Paulus oleh karena jemaat Roma yang pada saat itu sudah dan sedang mengalami masalah berkenaan dengan relasi tersebut.  Di dalam jemaat Roma ada jemaat Yahudi yang masih membanggakan diri, di atas orang-orang non-Yahudi, sebagai orang yang khusus dengan memiliki dan melakukan hukum Taurat dan dengan sunat, dan  identitas seperti ini jelas terlihat dari Roma 2:17-24. Selain itu ada juga konflik di antara  golongan Yahudi dan non-Yahudi dalam jemaat Roma ini yang berkisar tentang makanan (ada yang makan daging, tapi ada yang hanya makan sayuran; 14:2), minuman (ada yang setuju minum anggur dan ada yang tidak; 14:21), dan hari-hari khusus (14:5).  Oleh sebab adanya konflik ini maka timbul masalah selanjutnya, yaitu yang seorang menganggap status diri dan kelompoknya lebih baik dari yang lain. 
       Berdasarkan kondisi jemaat yang seperti ini, maka Paulus dengan jelas memaparkan sebuah kebenaran yang patut diketahui oleh jemaat Roma berkenaan dengan pembenaran oleh iman.  Kebenaran tersebut menyangkut tiga hal utama,  yaitu bahwa semua manusia berdosa, hukum Taurat tidak bisa menyelamatkan, dan manusia dibenarkan oleh iman.

1.             Semua Manusia Berdosa
      Kondisi dan natur manusia yang berdosa merupakan fakta yang dipaparkan oleh
Paulus dalam  5:12-21.  Sebelumnya pada 1:18-2:20 Paulus sudah memperkenalkan kejahatan dan keberdosaan manusia.  Roger Bowen mengklasifikasi  1:18-3:20 menjadi dua bagian, yaitu 1:18-32 tentang ketidakbenaran orang-orang kafir (non-Yahudi dan 2:1-3:20 tentang ketidak-benaran orang-orang Yahudi. Dalam  pemaparan kondisi manusia yang berdosa ini, Paulus sering menggunakan kata hamartia dan paraptoma sebagai ungkapan bagi kata “dosa,” begitu juga dengan kata-kata lain dengan makna serupa seperti hamartano (berbuat dosa), hamartanos (pendosa), kakos (buruk) dan adikia (ketidak-benaran).
Gambaran  manusia berdosa secara universal beserta hukuman Allah yang menantinya sudah dipaparkan di bagian awal surat ini. Melalui pemaparan dosa dan murka Allah ini, Paulus menampilkan konsep kebenaran Allah.  Murka Allah terhadap dosa manusia merupakan manifestasi kebenaran Allah tersebut. Manusia tanpa terkecuali, baik Yahudi maupun bukan Yahudi, dalam Surat Roma ini diperhadapkan pada kenyataan bahwa  ia harus menghadapi penghukuman oeh karena “semua manusia telah berdosa” (Rm. 3:23). 
      Apa yang diungkapkan dalam 5:12  sebenarnya bukan merupakan tema yang berbeda dari pembicaraan pada bagian sebelumnya dari surat ini.  Ayat ini adalah penegasan terhadap pernyataan sebelumnya dalam 1:18-2:16, bahwa semua manusia berdosa.  Dalam bagian ini Paulus menggunakan figur Adam untuk menunjukkan keberdosaan manusia.  Pemakaian figur Adam dalam perikop ini kadang-kadang disalahpahami dengan anggapan bahwa nama ini mengacu kepada persoalan dosa keturunan.  Namun Adam pada bagian ini merupakan penggambaran bagaimana dosa masuk ke dalam dunia, yaitu melalui satu orang.  Adam merupakan tipologi dari manusia-manusia berikutnya yang  juga berdosa. Adam mengacu kepada satu sumber yang sama dari seluruh umat manusia di dunia pada segala zaman.  Satu keturunan yang sama membuat semua pihak yang saling membenarkan diri sadar bahwa mereka punya  hubungan satu sama lain dan punya status dan perilaku yang sama, yaitu sebagai orang berdosa.  Sebagaimana  Adam berdosa dalam pemberontakannya  terhadap Allah, demikian juga yang terjadi pada seluruh umat manusia, mereka memberontak terhadap Allah.  Sebagai akibatnya semua manusia menuju kepada satu tujuan yang sama pula, yaitu kematian atau maut sebagai upah dosanya.
      Manusia tidak berdaya terhadap dosa dan dosa mengantar manusia kepada akibat yang fatal.  Untuk menjelaskan hal ini Paulus menggunakan bentuk personifikasi.  Dosa dijelaskan sebagai kekuatan yang begitu menguasai manusia.  Manusia berada di bawah genggaman dosa sehingga tidak berdaya mengatasinya.  Melalui pengulangan kata “semua” pada perikop ini, Paulus terus menekankan bahwa bukan  hanya sekelompok orang yang berada di bawah genggaman dosa, melainkan semua. Melalui kalimat “dosa sudah ada sebelum hukum  Taurat ada” Paulus memperlihatkan bahwa dosa menyatakan kuasanya secara mandiri, terlepas dari hukum Taurat.  Dosa berkuasa atas setiap manusia tanpa membedakan apakah manusia itu adalah orang Yahudi atau bukan.  
      Keberdosaan merupakan perseteruan dengan Allah.  Oleh karena itu semua manusia, baik Yahudi maupun non-Yahudi, merupakan seteru Allah yang patut mendapatkan upah atau hukuman atas dosanya, yaitu kematian.  Kematian yang harus diterima bukan hanya kematian secara fisik, melainkan berlanjut kepada kematian kekal.  Tidak ada seorang pun yang lolos dari keterlibatan dengan dosa dan kematian.  Dosa dan kematian terus mendominasi kemanusiaan, bukan semata-mata  karena tindakan seseorang, tapi oleh karena semua umat manusia terus mendemonstrasikan dirinya berada di bawah dosa dan terpisah dari Allah.  Dengan demikian penjelasan Paulus mengenai keberdosaan manusia ini adalah bahwa sejarah umat manusia dicirikan dan ditentukan oleh pengaruh yang fatal dari dosa dan kematian.

2.  Hukum Taurat Tidak Menyelamatkan
     Dalam pola pikir orang Yahudi, hukum Taurat nampaknya bisa menjadi solusi bagi permasalahan dosa yang dihadapinya.  Akan tetapi, hukum Taurat sebenarnya sama sekali tidak menolong dan menyelamatkan manusia keluar dari kemelut dosa ini.  Hukum Taurat tidak membuat manusia terhindar dari murka Allah atas dosa manusia.  Alasan yang paling kuat untuk ini adalah karena hukum Taurat tidak diberikan kepada manusia supaya menyelamatkan manusia tersebut.  Hukum Taurat diberikan pada manusia untuk menyatakan, memperlihatkan dan mengkarakteristikan dosa pada manusia.
      Sebagaimana perkataan Paulus dalam 2:17, terlihat bahwa jemaat-jemaat Yahudi di Roma masih bersandar pada hukum Taurat.  Jemaat yang merupakan orang Yahudi ini bukan merupakan orang yang tidak beriman kepada Kristus ataupun hanya mengandalkan hukum Taurat.  Melalui ucapan syukur Paulus dalam 1:8 nampak bahwa jemaat Roma secara umum yang terdiri dari orang Yahudi dan non-Yahudi tersebut adalah jemaat yang sungguh-sungguh beriman kepada Kristus.  Namun dalam iman mereka kepada Kristus tersebut, jemaat Yahudi mengganggap bahwa hukum Taurat juga dibutuhkan untuk mencapai keselamatan tersebut.  Hukum Taurat sebagai pemberian Allah yang nyata membuat mereka merasa berbeda dari bangsa-bangsa lain oleh karena bangsa Yahudi “tahu” kehendak Allah dari hukum Taurat yang mereka miliki tersebut. Oleh sebab itu orang Kristen Yahudi merasa bangga dengan pengetahuan yang mereka miliki melalui hukum Taurat yang secara langsung berhubungan juga dengan bangga terhadap hukum Taurat dan usaha mereka menegakkan  hukum Taurat tersebut.
      Akan tetapi hukum Taurat tidak menyelamatkan.  Hal ini yang berulangkali ditegaskan oleh Paulus dalam 3:20.  Hukum Taurat bahkan berakibat kepada bertambahnya pelanggaran (5:20).  Hal ini disebabkan oleh karena fungsi hukum Taurat itu memang pada dasarnya bukan untuk menyelamatkan ataupun membenarkan manusia, melainkan untuk mendefinisikan dosa.  Godet mengatakan bahwa orang Yahudi mengklaim hukum Taurat sebagai sarana pendidikan dan keselamatan dalam sejarah umat manusia.  Untuk itu Paulus menunjukkan bahwa hukum Taurat hanya memainkan peranan sekunder.  Hukum Taurat disebut memiliki peran sekunder karena hukum Taurat hanya merupakan tambahan (5:20).
      Dalam 5:20 Paulus mengutarakan tujuan penambahan hukum Taurat dalam kehidupan manusia dengan cara menggunakan pilihan kata, tempus dan modus yang mendukung pengkomunikasian pemikirannya.  Dalam kalimat di ayat 20 ini Paulus menggunakan bentuk subjunctive aorist yang didahului oleh kata “I`na” (hina) bagi kata kerja “pleonash” (pleonase) yang berarti “bertambah”. Sesuai dengan aturan gramatikal Yunani, subjunctive yang didahului oleh “I`na” membentuk sebuah purpose clause (klausa yang menyatakan tujuan). Dengan demikian pelanggaran yang bertambah merupakan tujuan dari hadirnya hukum Taurat.  Selain itu, melalui bentuk subjunctive aorist yang mengacu kepada kejadian di masa yang akan datang, ekspresi kemungkinan bertambahnya pelanggaran dinyatakan dengan tegas.  Artinya, peristiwa masuk atau hadirnya hukum Taurat yang terjadi satu kali di masa lampau bertujuan untuk menambah pelanggaran di masa setelah hukum Taurat itu tiba.        
      Dalam realitanya, memang sesudah hukum Taurat diberikan, pelanggaran tidak menjadi berkurang, tapi makin bertambah karena hukum Taurat menyediakan kesempatan untuk pelanggaran atas berbagai perintah yang spesifik. Berkenaan dengan hal ini Charles Spurgeon mengatakan bahwa kesalahannya bukan terletak pada hukum Taurat, namun pada kejahatan hati manusia yang membuatnya berespons memberontak terhadap hukum yang diberikan. Ketidakmampuan manusia untuk melakukan hukum Taurat dengan cermat dan kecondongan hatinya untuk melanggar hukum yang diberikan menunjukkan bahwa tidak ada kemungkinan untuk mendapat pemulihan hubungan dari seteru Allah kepada sebuah perdamaian dengan Allah melalui hukum Taurat itu.  Hukum Taurat tidak menyelamatkan melainkan hanya membuat manusia sadar akan dosanya.

3.  Manusia Dibenarkan oleh Iman
     Beranjak dari fakta semua manusia berdosa dan hukum Taurat tidak dapat menyelamatkan, Paulus menggarisbawahi sebuah kebenaran dalam surat Roma, yaitu bahwa manusia dibenarkan oleh Kristus.  Hanya orang benar yang bisa berdiri kokoh dan berdamai di hadapan Allah.  Oleh karena semua manusia telah berdosa, maka keselamatan bagi manusia berdosa yang adalah seteru Allah hanya bisa dimungkinkan terjadi oleh sebuah pembenaran, yaitu pemberian kebenaran yang dilakukan oleh Allah sendiri kepada manusia.  Melalui  pembenaran,  maka Allah mengubah seluruh hubungan manusia dengan-Nya. Manusia tidak lagi menjadi seteru Allah.  Dalam hal ini pembenaran adalah terhadap relasi manusia dengan Allah, dan bukan pembenaran terhadap perbuatan-perbuatan dosa manusia. 
      Pembenaran ini merupakan anugerah karena tidak diperoleh dengan usaha manusia tapi oleh anugerah atau pemberian cuma-cuma dari Allah bagi mereka yang beriman.  Bagi orang Yahudi yang terbiasa dengan konsep keselamatan oleh karena melakukan hukum Taurat, hal ini mungkin agak sukar diterima.  Agar mereka dapat memahami hal ini maka Paulus terlebih dahulu membuka mata orang Yahudi bahwa Abraham, bapa bangsa-bangsa  itu pun mendapatkan kebenaran bukan karena melakukan hukum Taurat melainkan karena iman (4:13).  Apa yang diungkapkan Paulus tentang pembenaran Abraham tersebut sesuai dengan isi Kej 15:6 “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, dan TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai suatu kebenaran.”  Abraham beriman kepada janji Allah, dan imannya itu yang diperhitungkan sebagai kebenaran dan bukan perbuatannya.  Hal ini berarti oleh iman Abraham dibenarkan Tuhan.  Anthony A. Hoekema melihat bahwa iman Abraham terhadap janji Allah mengenai keturunannya mencakup iman terhadap janji mengenai lahirnya Dia yang oleh-Nya semua bangsa di dunia akan diberkati. Pembenaran oleh iman ini berlaku juga bagi keturunan Abraham.
      Paulus menggunakan paralelisme Adam dan Kristus untuk menggambarkan bagaimana manusia dibenarkan oleh iman (5:12, 15).  Adam dan Kristus memiliki kemiripan dalam satu hal, dimana satu orang berdampak kepada banyak orang.  Everett F. Harrison menyebut hal ini sebagai kebenaran yang masuk ke dalam dunia oleh satu orang sebagaimana dosa yang masuk ke dalam dunia oleh satu orang. Sementara itu Hoekema menjelaskan bahwa apa yang ditulis Paulus dalam 5:12, 15 merupakan pengembangan pemikiran bahwa kebenaran Kristus diimputasikan kepada manusia di dalam pembenaran.  Kebenaran Kristus itu adalah bahwa Ia telah dengan sempurna menaati hukum Taurat yang tidak bisa ditaati manusia, dan bahwa Ia telah menanggung murka yang selayaknya ditimpakan kepada manusia atas dosa-dosa manusia itu sendiri.
      Kebenaran tersebut hanya bisa diterima dengan iman.  Kebenaran diberikan kepada mereka yang percaya pada janji penebusan Allah di dalam Kristus yang sudah dilakukannya di kayu salib. Sebagaimana Abraham percaya oleh janji Allah dan imannya itu diperhitungkan sebagai kebenaran, demikian juga bagi kita yang percaya pada janji Allah oleh Yesus Kristus, iman kita akan diperhitungkan sebagai kebenaran.  Kebenaran yang diterima tanpa usaha manusia ini merupakan anugerah atau kasih karunia.


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Semua manusia berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, tidak ada seorangpun yang dapat diselamatkan, baik itu orang Yahudi maupun orang non-Yahudi. Oleh sebab itu, Paulus menuliskan surat dan menyampaikan kepada orang-orang Roma, baik itu orang Yahudi dan orang non-Yahudi bahwa hanya anugerah Allah semata manusia itu diselamatkan bukan dengan berbuat baik dan juga melakukan Hukum Taurat. Hukum Taurat tidak bisa menyelamatkan manusia, tetapi Hukum Taurat hanya berfungsi untuk menuntun manusia kepada kebenaran Allah. Paulus juga menekankan bahwa sebagai orang Yahudi ( umat pilihan Allah) jangan memegahkan diri karena telah di pilih secara khusus oleh Allah, tetapi seharusnya menjadi teladan bagi orang non-Yahudi. Dan keselamatan yang dari Allah bukan hanya milik orang Yahudi saja, tetapi keselamatan itu adalah milik semua orang, yaitu bagi barangsiapa yang percaya dan mengakui bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat dunia.















DAFTAR PUSTAKA

The NIV Study Bible (ed. Kenneth Barker; Grand Rapids:  Zondervan, 1995) 1705-1706.
A Guide to Romans (London: SPCK, 1975) 22-33.
Everett F. Harison,  Romans (EBC; ed. Frank E. Gaeblein; Grand Rapids: Zondervan,
Frederic L. Godet, Commentary on Romans (Grand Rapids: Kregel, 1977) 128.
J. W. Wenham, Bahasa Yunani Koine (Malang: SAAT, 1977) 145.
Bastiaan Van Elderen, New Testament Greek Studi Aids (Amsterdam: Free University, t.t.)17.
F. F. Bruce, The Letter of Paul to the Romans (TNTC; Leicester: IVP; Grand Rapids: Eerdmans, 1985) 126.
Grace Abounding in Believers Life (ed. Robert Hall;  Lynwood: Emerald, 1994) 55.
Antony A. Hoekema, Diselamatkan oleh Anugerah (Surabaya: Momentum, 2001)217.  


Tidak ada komentar:

Gambaran Yesus Kristus Adalah Seorang Ayah Yang Baik

     Sebagian orang menggambarkan Tuhan sebagai yang duduk dengan nyaman di takhta-Nya yang jauh, mengatur, cuek, dan sangat tidak tertarik ...