Jumat, 03 Februari 2012

MAKALAH
MEMBERDAYAKAN ANAK JALANAN
OLEH
LUNU MISSA
NIM 15.12.285
SEBAGAI PERSYARATAN TUGAS DARI MATA KULIAH:
MISI PERKOTAAN
DISERAHKAN KEPADA:
Pdt. SUGENG WITONO, M.Th





SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA ELOHIM INDONESIA
(STTELA)
AMPELGADING-MALANG  2016


DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar belakang                        ........................................................................            1-2
B.     Ruang Lingkup           ........................................................................            2
C.     Tujuan Penulisan         ........................................................................            2
BAB II ISI
A.    Kehidupan Anak Jalanan        ............................................................            3-4
B.     Kegiatan Anak Jalanan           ............................................................            4-5
C.     Faktor-faktor Yang Menyebabkan Anak Menjadi Anak Jalanan                   5-8
D.    Kesejahteraan Sosial Anak dan Stabilitas       ....................................            8
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan     .....................................................................................           9
DAFTAR PUSTAKA                        .........................................................................           10










BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Merebaknya anak jalanan menjadi permasalahan yang sangat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian serius dari banyak pihak, baik keluarga, masyarakat, maupun pemerintah. Sejauh ini perhatian tersebut nampaknya belum efektif dan solutif, belum memadai, belum terencana, dan terintegrasi dengan baik. Anak jalanan merupakan kategori anak yang tidak berdaya. Secara psikologis, anak jalanan adalah anak-anak yang pada suatu taraf tertentu belum memiliki cukup mental dan emosional yang kuat, sementara mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya (Itsnaini, 2010). Kondisi yang sangat memprihatinkan. Jumlah anak jalanan dan anak terlantar dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Keberadaan anak jalanan dan anak terlantar sering terlihat di kota-kota besar di Indonesia. Anak jalanan seharusnya dilindungi dan dijamin hak-haknya sebagaimana anak pada umumnya agar menjadi manusia yang bermanfaat dan bermasa depan cerah. Anak-anak perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya, antara lain hak sipil dan kemerdekaan (civil right and freedoms), lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family environment and alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan, rekreasi dan budaya (education, leisure, and culture activities), dan perlindungan khusus (special protection) (Darmawan, 2008 : 28). Hak-hak anak tersebut yang seharusnya diterima oleh seorang anak belum dapat terpenuhi, sehingga seorang anak terpaksa memilih untuk hidup di jalanan. Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “anak terlantar itu dipelihara oleh Negara”. Artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan.  Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan dalam Pengesahan Konvensi Hak-hak Anak (Convention on the Right of the Child ) yang diadopsi oleh PBB pada tahun 1989 dan telah diratifikasi oleh Pemerintah RI melalui Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 telah meletakkan dasar utama bagi pemenuhan hak-hak anak. Menurut Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjelaskan bahwa “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan termasuk anak jalanan”

B.     Ruang Lingkup
Dalam Makalah ini, saya hanya membahas tentang: Kehidupana Anak Jalanan, Kegiatan Anak Jalanan, Faktor-faktor yang menyebabkan Anak menjadi Anak Jalanan, Kesejahteraan Anak dan Stabilitas

C.    Tujuan Penulisan
a.       Supaya Mahasiswa/i mengerti dan mengetahui tentang keberadaan anak jalanan.
b.      Supaya Mahasiswa/i setelah mengetahui keberadaan anak jalanan, berpikir bagaimananya caranya untuk memberdayakan mereka.
c.       Dan bukan hanya memberdayakan mereka saja, tetapi melihat mereka sebagai suatu ladang pelayanan. 










BAB II
ISI
A.    Kehidupan Anak Jalanan
Istilah anak jalanan pertama kali sebenarnya diperkenalkan di Amerika Serikat dan Brazil. Istilah itu digunakan pada kelompok anak-anak yang hidup di jalan yang umumnya sudah tidak memiliki hubungan dengan keluarganya. Anak-anak pada taraf ini sering diasumsikan anak-anak yang terlibat dalam hal kriminalitas. UNICEF lalu memakai istilah hidup di jalanan untuk mereka yang sudah tidak mempunyai ikatan dengan keluarga, bekerja di jalanan untuk mereka yang masih mempunyai hubungan dengan keluarganya. Departemen Sosial RI (Murniatun, 2004) menjelaskan definisi anak jalanan sebagai anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan ataupun tempat-tempat umum lainnya. Sedangkan dalam Konvensi Hak-hak Anak (Convention on The Right of The Child) dinyatakan bahwa anak adalah setiap individu yang berusia di bawah 18 tahun. Atau dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Selain itu dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, dinyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah.
Anak jalanan kesehariannya dihabiskan di jalanan. Mereka memenuhi kebutuhannya sendiri dengan mengais rezeki di tengah-tengah jalanan yang keras tanpa kasih sayang dari orang tua. Meskipun lelah dan peluh tak mereka hiraukan, karena memang sisi kehidupan mereka yang lebih senang berada di jalanan. Tidak ada seseorang yang mengatur kehidupan mereka. Mereka dapat melakukan hal apa saja sesuai dengan keinginan diri mereka. Kapan saja dan dimana saja mereka inginkan. Dalam realita sehari-hari, tindak kejahatan atau eksploitasi seksual akan sering terjadi terhadap anak dan anak jalananlah yang paling rentan menjadi korban tindak kejahatan tersebut. Anak jalanan terdiri atas beberapa kelompok yang keberadaannya menimbulkan masalah, terutama di sudut-sudut kota besar. Anak jalanan membutuhkan perhatian lebih besar dari banyak pihak bukan untuk diasingkan atau dikuncilkan dan dibuang semena-mena tanpa dibekali sesuatu yang bermanfaat bagi hidup mereka.
Menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia ( 1999 ; 22-24 ) anak jalanan dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu:
Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya ( children of the street ). Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah terputus. Kelompok anak ini disebabkan oleh factor social psikologis keluarga, mereka mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan perceraian orang tua. Umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan jalanan dan solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan mereka.
Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Mereka adalah anak yang bekerja di jalanan ( children on the street). Mereka seringkali diindentikan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja dari pagi hingg sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek payung, dan kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama dengan saudara atau teman-teman senasibnya.
Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka tinggal dengan orang tuanya, beberapa jam dijalanan sebelum atau sesudah sekolah. Motivasi mereka ke jalan karena terbawa teman, belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua. Aktivitas usaha mereka yang paling menyolok adalah berjualan Koran.
Anak-anak jalanan yang berusia di atas 16 tahun. Mereka berada di jalanan untuk mencari kerja, atau masih labil suatu pekerjaan. Umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Mereka biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa ( orang tua ataupun saudaranya ) ke kota. Pekerjaan mereka biasanya mencuci bus, menyemir sepatu, membawa barang belanjaan ( kuli panggul ), pengasong, pengamen, pengemis dan pemulung.
B.     Kegiatan Anak Jalanan
Ada tiga ketegori kegiatan anak jalanan, yakni : (1) Mencari kepuasan; (2) Mengais nafkah; dan (3) Tindakan asusila.
Kegiatan anak jalanan itu erat kaitannya dengan tempat mereka mangkal sehari-hari, yakni di alun-alun, bioskop, jalan raya, simpang jalan, stasiun kereta api, terminal, pasar, pertokoan, dan mall.
C.    Faktor-faktor yang menyebabkan Anak menjadi Anak Jalanan
Keadaan kota mengundang maraknya anak jalanan. Kota yang padat penduduknya dan banyak keluarga bermasalah membuat anak yang kurang gizi, kurang perhatian, kurang pendidikan, kurang kasih sayang dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk bermain, bergembira, bermasyarakat, dan hidup merdeka, atau bahkan mengakibatkan anak-anak dianiaya batin, fisik, dan seksual oleh keluarga, teman, orang lain lebih dewasa.
Di antara anak-anak jalanan, sebagian ada yang sering berpindah antar kota. Mereka tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif.
Seorang anak yang terhempas dari keluarganya, lantas menjadi anak jalanan disebabkan oleh banyak hal. Penganiayaan kepada anak merupakan penyebab utama anak menjadi anak jalanan. Penganiayaan itu meliputi mental dan fisik mereka. Lain daripada itu, pada umumnya anak jalanan berasal dari keluarga yang pekerjaannya berat dan ekonominya lemah.
Hasil penelitian Hening Budiyawati, dkk. (dalam Odi Shalahudin, 2000 : 11 ) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak pergi ke jalanan berdasarkan alasan dan penuturan mereka adalah karena :
1.      Kekerasan dalam keluarga.
2.      Dorongan keluarga. 
3.      Ingin bebas. 
4.      Ingin memiliki uang sendiri, dan 
5.      Pengaruh teman.
6.      Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan
Salah satu bentuk penanganan anak jalanan adalah melalui pembentukan rumah singgah. Konferensi Nasional II Masalah pekerja anak di Indonesia pada bulan juli 1996 mendefinisikan rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat non formal, dimana anakanak bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut.
Sedangkan menurut Departemen Sosial RI rumah singgah didefinisikan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. Rumah singgah merupakan proses informal yang memberikan suasana pusat realisasi anak jalanan terhadap system nilai dan norma di masyarakat. Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah membantu anak jalanan mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sedang secara khusus tujuan rumah singgah adalah :
a)      Membentuk kembali sikap dan prilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
b)      Mengupayakan anak-anak kembali kerumah jika memungkinkan atau ke panti dan lembaga pengganti lainnya jika diperlukan.
c)      Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif.
Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anak jalanan sangat penting. Secara ringkas fungsi rumah singgah antara lain :
a)      Sebagai tempat pertemuan ( meeting point) pekerja social dan anak jalanan. Dalam hal ini sebagai tempat untuk terciptanya persahabatan dan keterbukaan antara anak jalanan dengan pekerja sosial dalam menentukan dan melakukan berbagai aktivitas pembinaan.
b)      Pusat diagnosa dan rujukan. Dalam hal ini rumah singgah berfungsi sebagi tempat melakukan diagnosa terhadap kebutuhan dan masalah anak jalanan serta melakukan rujukan pelayanan social bagi anak jalanan.
c)      Fasilitator atau sebagai perantara anak jalanan dengan keluarga, keluarga pengganti, dan lembaga lainnya.
d)     Perlindungan. Rumah singgah dipandang sebagai tempat berlindung dari berbagai bentuk kekerasan yang kerap menimpa anak jalanan dari kekerasan dan prilaku penyimpangan seksual ataupun berbagai bentuk kekerasan lainnya.
e)      Pusat informasi tentang anak jalanan
f)       Kuratif dan rehabilitatif, yaitu fungsi mengembalikan dan menanamkan fungsi social anak.
g)      Akses terhadap pelayanan, yaitu sebagai persinggahan sementara anak jalanan dan sekaligus akses kepada berbagai pelayanan social.
h)      Resosialisasi. Lokasi rumah singgah yang berada ditengah-tengah masyarakat merupakan salah satu upaya mengenalkan kembali norma, situasi dan kehidupan bermasyarakat bagi anak jalanan. Pada sisi lain mengarah pada pengakuan, tanggung jawab dan upaya warga masyarakat terhadap penanganan masalah anak jalanan.
Bentuk upaya pemberdayaan anak jalanan selain melalui rumah singgah dapat juga dilakukan melalui program-program :
a.       Center based program, yaitu membuat penampungan tempat tinggal yang bersifat tidak permanen.
b.      Street based interventions, yaitu mengadakan pendekatan langsung di tempat anak jalanan berada atau langsung ke jalanan.
c.       Community based strategi, yaitu dengan memperhatikan sumber gejala munculnya anak jalanan baik keluarga maupun lingkungannya.
Dalam kaitannya dengan model pembinaan anak jalanan di rumah Singgah, ada berbagai hal yang ingin di ketahui. Misalnya tahap-tahap pemberdayaan anak jalan. Apakah pembinaan tersebut dilakukan dengan cara model penjangkauan kunjungan pendahuluan dan persahabatan dengan mereka ?.
Apakah dilakukan dengan cara identifikasi masalah (problem assessment) sebagi langkah dalam menginventarisir identitas anak jalanan. Ataukah dilakukan dengan cara memberikan pendidikan alternatif ( Pendidikan luar sekolah) sebagai kegiatan untuk mencegah munculnya masalah social anak jalanan, seperti pelatihan dan peningkatan keterampilan.
D.    Kesejahteraan Sosial Anak dan Stabilitas
Anak merupakan potensi sumber daya insani bagi pembangunan nasional, karena itu pembinaan dan pengembangannya (pemberdayaan) dimulai sedini mungkin agar dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara.
Upaya pengembangan dan peningkatan kualitas generasi bangsa (termasuk didalamnya anak jalanan) tidak dapat dilepaskan dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan khususnya anak yang diwarnai dengan upaya pendalaman di bidang pendidikan, kesehatan, keagamaan, budaya yang mampu meningkatkan kreativitas keimanan, intelektualitas, disiplin, etos kerja dan keterampilan kerja.
Di sisi lain stabilitas nasional adalah gambaran tentang keaadan yang mantap, stabil dan seimbang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan ditanganinya dengan baik masalah anak jalanan akan memperkuat sendi-sendi kesejahteraan social serta stabilitas nasional kita di masa yang akan datang.









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Jadi, upaya pemberdayaan kepada anak-anak jalanan seyogyanya terus digalakkan melalui berbagai penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah (misalnya : Kejar Paket A, Kejar Paket B, Kejar Usaha, bimbingan belajar dan ujian persamaan, pendidikan watak dan agama, pelatihan olahraga dan bermain, sinauwisata, pelatihan seni dan kreativitas, kampanye, forum berbagi rasa, dan pelatihan taruna mandiri).
Penyelenggaraan program tersebut seyogyanya menerapkan partisipasi/kolaborasi maksimal, yaitu melibatkan berbagai pihak secara lintas sektoral, lintas disiplin ilmu, dan lintas kawasan dalam kerjasama secara maksimal, baik para akademisi maupun praktisi.
Anak jalanan masih berpeluang untuk mengubah nasibnya melalui belajar; karena itu perlu menggali sumber atau pendukung program. Agar anak-anak jalanan mau mengikuti program, maka sumber belajar harus bersikap empati dan mampu meyakinkan kepada mereka, bahwa program pendidikan tersebut benar-benar mendukung pengembangan diri mereka. Untuk itu, penguasaan terhadap karakteristik dan kebutuhan belajar anak-anak jalanan akan sangat membantu para sumber belajar untuk bersikap empati kepada mereka.








Daftar Pustaka
1.      Achmad, Arief. 2002. Rumah Singgah Sebagai Tempat Alternatif Pemberdayaan Anak Jalanan. Dalam Jurnal Fajar. Jakarta: LPM UIN, hlm 1.
2.      Asmawati. 2001. Anak Jalanan Dan Upaya Penanganannya Di Kota Surabaya. Jurnal Hakiki Vol 1/No 2/Nov 1999
3.      Darmawan, W. 2008. Peta Masalah Anak Jalanan dan Alternatif Model Pemecahannya Berbasis Pemberdayaan Keluarga dalam HTML Docoment, 21 Januari, hlm.28
4.      Dewi, Ni Luh Putu Sintya. 2013. Menanggulangi Masalah Anak Jalanan. Diunduh dari (http://indreamy.blogspot.com/2013/02/artikel-menanggulangi-masalah-anak.html) pada 20 September 2013
5.      Kushartati, Sri. 2004. Pemberdayaan Anak Jalanan. Vol 1 (No. 2): 45-54 (Humanitas : Indonesia Psychologycal Journal)



Kawah Bromo, Malang-Jatim



Gambaran Yesus Kristus Adalah Seorang Ayah Yang Baik

     Sebagian orang menggambarkan Tuhan sebagai yang duduk dengan nyaman di takhta-Nya yang jauh, mengatur, cuek, dan sangat tidak tertarik ...